Wayang Suket Purbalingga Melanglang ke Amerika
Di depan sebuah rumah sederhana yang hanya terbuat dari dinding kayu, seorang lelaki muda larut dalam pekerjaannya. Tangannya memegang rumput berwarna kuning kecoklatan. Satu per satu batang rumput itu kemudian dianyam untuk dibentuk menjadi seorang tokoh dalam seni pewayangan. Itulah wayang suket. Suket adalah nama Jawa dari rumput. Karena bahan-bahan wayang tersebut dari rumput liar jenis kasuran.
Adalah Badriyanto, 30, warga Desa Wlahar, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah. Ia menjadi satu-satunya cucu pewaris Kasan Wikrama Tunut atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Gepuk. Di masa hidupnya, Mbah Gepuk menjadi seorang maestro pembuat wayang suket. Kesehariannya, dia menjadi perajin wayang suket dan menjual hasil kerajinannya tersebut di tepi jalan Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang. Mbah Gepuk sempat menggelar pameran di Bentara Budaya Yogyakarta dan Jakarta.
Dari pameran itu, kalangan pegian seni dan budaya jadi mengetahui kalau di sebuah desa terpencil di Purbalingga ada seorang maestro pembuat wayang berbahan baku rumput. Namun, sepeninggal Mbah Gepuk tahun 1997 lalu, wayang suket mengalami masa kelam. Seorang cucunya, Badriyanto, mulai membuat wayang suket tahun 2000 lalu. Ia meneruskan apa yang dilakukan oleh kakeknya sampai sekarang. Ia hanya membuat wayang suket kalau ada pesanan.
Sekali waktu ada pesanan dari Jerman dengan harga Rp1,5 juta. Kini, pesanan juga sering datang, meski tidak banyak, hanya kira-kira 10 tokoh wayang saja setiap bulan dengan harga Rp250 ribu hingga Rp450 ribu per buah. Tahun lalu, wayang hasil buatannya juga sempat dipamerkan pada National Day of Puppetry di California, Amerika Serikat.
Memang, hanya wayang suket saja yang berangkat ke Paman Sam, tetapi bagi Badriyanto tidak masalah. Sebab, dengan adanya wayang suket di pameran tersebut semakin memberikan semangat bagi dirinya untuk terus menekuni pembuatan wayang suket yang semakin langka. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar