Total Tayangan Halaman

Iklan

Minggu, 29 September 2013

Wayang Rumput


Wayang Suket Purbalingga Melanglang ke Amerika

Di depan sebuah rumah sederhana yang hanya terbuat dari dinding kayu, seorang lelaki muda larut dalam pekerjaannya. Tangannya memegang rumput berwarna kuning kecoklatan. Satu per satu batang rumput itu kemudian dianyam untuk dibentuk menjadi seorang tokoh dalam seni pewayangan. Itulah wayang suket. Suket adalah nama Jawa dari rumput. Karena bahan-bahan wayang tersebut dari rumput liar jenis kasuran.

Adalah Badriyanto, 30, warga Desa Wlahar, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jawa Tengah. Ia menjadi satu-satunya cucu pewaris Kasan Wikrama Tunut atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Gepuk. Di masa hidupnya, Mbah Gepuk menjadi seorang maestro pembuat wayang suket. Kesehariannya, dia menjadi perajin wayang suket dan menjual hasil kerajinannya tersebut di tepi jalan Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang. Mbah Gepuk sempat menggelar pameran di Bentara Budaya Yogyakarta dan Jakarta.

Dari pameran itu, kalangan pegian seni dan budaya jadi mengetahui kalau di sebuah desa terpencil di Purbalingga ada seorang maestro pembuat wayang berbahan baku rumput. Namun, sepeninggal Mbah Gepuk tahun 1997 lalu, wayang suket mengalami masa kelam. Seorang cucunya, Badriyanto, mulai membuat wayang suket tahun 2000 lalu. Ia meneruskan apa yang dilakukan oleh kakeknya sampai sekarang. Ia hanya membuat wayang suket kalau ada pesanan.

Sekali waktu ada pesanan dari Jerman dengan harga Rp1,5 juta. Kini, pesanan juga sering datang, meski tidak banyak, hanya kira-kira 10 tokoh wayang saja setiap bulan dengan harga Rp250 ribu hingga Rp450 ribu per buah. Tahun lalu, wayang hasil buatannya juga sempat dipamerkan pada National Day of Puppetry di California, Amerika Serikat.

Memang, hanya wayang suket saja yang berangkat ke Paman Sam, tetapi bagi Badriyanto tidak masalah. Sebab, dengan adanya wayang suket di pameran tersebut semakin memberikan semangat bagi dirinya untuk terus menekuni pembuatan wayang suket yang semakin langka. (***)

Jumat, 27 September 2013

Pemimpin Dan Bupati Purbalingga

Berawal dari Joko Kahiman yang di juluki adipati mrapat yang dinobatkan sebagai bupati pertama banyumas dengan kebijakan serta sifat kesatria membagi wilayah kekuasaan wirasaba pada saat itu menjadi 4 wilayah yaitu Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Banjarnegara.
Riwayat singkatnya diawali dari jaman Pemerintahan Kesultanan PAJANG, di bawah Raja Sultan Hadiwijaya.
R. Joko Kahiman adalah putra R. Banyaksasro dengan ibu dari Pasir Luhur. R. Banyaksosro adalah putra R. Baribin seorang pangeran Majapahit yang karena suatu kesalahan maka menghindar ke Pajajaran yang akhirnya dijodohkan dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas putri Raja Pajajaran. Sedangkan Nyi Banyaksosro ibu R. Joko Kahiman adalah putri Adipati Banyak Galeh (Mangkubumi II) dari Pasir Luhur semenjak kecil R. Joko Kahiman diasuh oleh Kyai Sambarta dengan Nyai Ngaisah yaitu putrid R. Baribin yang bungsu.
Kisah pada saat itu telah terjadi suatu peristiwa yang menimpa diri (kematian) Adipati Wirasaba ke VI (Warga Utama ke I) dikarenakan kesalah pahaman dari Kanjeng Sultan pada waktu itu, sehingga terjadi musibah pembunuhan di Desa Bener, Kecamatan Lowano, Kabupaten Purworejo. sewaktu Adipati Wirasaba dalam perjalanan pulang dari pisowanan ke Paiang. Dari peristiwa tersebut untuk menebus kesalahannya maka Sultan Pajang, memanggil putra Adipati Wirasaba namun tiada yang berani menghadap.
Kemudian salah satu diantaranya putra menantu yang memberanikan diri menghadap dengan catatan apabila nanti mendapatkan murka akan dihadapi sendiri, dan apabila mendapatkan anugerah/kemurahan putra-putra yang lain tidak boleh iri hati. Dan ternyata diberi anugerah diwisuda menjadi Adipati Wirasaba ke VII. Semenjak itulah putra menantu yaitu R. Joko Kahiman menjadi Adipati dengan gelar ADIPATI WARGA UTAMA II.
Kemudian sekembalinya dari Kasultanan Pajang atas kebesaran hatinya dengan seijin Kanjeng Sultan, bumi Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat bagian diberikan kepada iparnya.
1. Wilayah Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda.
2. Wilayah Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma.
3. Wilayah Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya.
4. Wilayah Kejawar dikuasai sendiri dan kemudian dibangun dengan membuka hutan Mangli dibangun pusat pemerintahan dan diberi nama Kabupaten Banyumas.
Perkembangan Banyumas semakin jelas saat kepemimpinan Joko Kaiman yang dekat dengan rakyat. ia justru meleburkan gelar raden untuk masyarakat. hal inilah yang menjadikan beliau dekat dengan wong cilik. kebanyakan keturunan darah biru yang masuk di banyumas akan menanggalkan gelar raden, mereka lebih nyaman dengan tidak ada perbedaan status sosial di masyarakat banyumas.
Eyang kaiman sendiri merupakan sosok kesatria yang bijak dan sangat sederhana. dalam membangun kekuasaanya selalu menampilkan kesederhanaan. terlihat saat pembuatan pendopo yang pertama di banyumas. sebelumnya terletak di sebelah barat yaitu tepatnya di kalisube namun seiring dengan perkembangan kepemimpinan dipindah ke lokasi pendopo duplikat si panji seperti sekarang ini.
Siapa saja yang pernah memimpin banyumas, berikut daftar bupati banyumas dari masa ke masa :
1. R. Joko Kahiman, Adipati Warga Utama II (1582-1583)
2. R. Ngabei Mertasura (1583-1600)
3. R. Ngabei Mertasura II (Ngabei Kalidethuk) (1601 -1620)
4. R. Ngabei Mertayuda I (Ngabei Bawang) (1620 – 1650)
5. R. Tumenggung Mertayuda II (R.T. Seda Masjid, R.T. Yudanegara I) Tahun 1650 – 1705
6. R. Tumenggung Suradipura (1705 -1707)
7. R. Tumenggung Yudanegara II (R.T. Seda Pendapa) Tahun 1707 -1743.
8. R. Tumenggung Reksapraja (1742 -1749)
9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) >> diangkat Patih Sultan Yogyakarta bergelar Danureja I.
10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1745 – 1780)
11. R.T. Tejakusuma, Tumenggung Kemong (1780 -1788)
12. R. Tumenggung Yudanegara V (1788 – 1816)
13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 -1830)
Kanoman : R. Adipati Brotodiningrat (R.T. Martadireja)
14. R.T. Martadireja II (1830 -1832) kemudian pindah ke Purwokerto (Ajibarang).
15. R. Adipati Cokronegara I (1832- 1864)
16. R. Adipati Cokronegara II (1864 -1879)
17. Kanjeng Pangeran Arya Martadireja II (1879 -1913)
18. KPAA Gandasubrata (1913 – 1933)
19. RAA. Sujiman Gandasubrata (1933 – 1950)
20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 – 1953)
21. R. Budiman (1953 -1957)
22. M. Mirun Prawiradireja (30 – 01 – 1957 / 15 – 12 – 1957)
23. R. Bayi Nuntoro (15 – 12 – 1957 / 1960)
24. R. Subagio (1960 -1966)
25. Letkol Inf. Sukarno Agung (1966 -1971)
26. Kol. Inf. Poedjadi Jaringbandayuda (1971 -1978)
27. Kol. Inf. R.G. Rujito (1978 -1988)
28. Kol. Inf. H. Djoko Sudantoko (1988 – 1998)
29. Kol. Art. HM Aris Setiono, SH, S.IP (1998 – 2008)
30. Drs. H. Mardjoko, M.M. (2008 – 2013)

http://sejarah.kompasiana.com/2013/02/06/bupati-banyumas-dari-masa-ke-masa-531771.html

Sejarah Purbalingga

Sebuah nama yang pasti tidak akan tertinggal ketika membicarakan sejarah Purbalingga adalah Kyai Arsantaka, seorang tokoh yang menurut sejarah menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga.Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.

Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.
Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono. Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipiindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun. Nama Purbalingga ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitap babat tsb, maka dalam merekonstruksi sejarah Purbalingga, juga melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Aarsip Nasional Republik Indonesia.Berdasarkan sumber-sumber diatas, maka melalui Peraturan daerah (perda) No. 15 Tahun 1996 tanggal 19 Nopember 1996, ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Purbalingga adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.

Peninggalan Sejarah

Selain kekayaan budaya dan beberapa macam upacara tradisional, di Purbalingga terdapat berbagai peninggalan sejarah purbakala. Benda- benda purbakala tersebut tersebar di wilayah Purbalingga, antara lain :
  • Batu Lingga
    Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga, merupakan penginggalan nenek moyang.
  • Gua Genteng
    Berada di desa Candinata Kecamatan Kutasari + 8 km dari kota Purbalingga. Gua ini letaknya di lereng bukit terbentuk dari lelehan lava yang membeku, gua ini kadang-kadang dikunjungi oleh orang-orang yang ingin bersemedi.
  • Giri Cendana
    Berada di desa Kojongan kecamatan Bojongsari + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan makam Bupati Purbalingga yang bergelar Adipati Dipokusumo, Adipati Dipokusumo ini memegang tapuk pimpinan pemerintahan Kabupaten Purbalingga, yaitu Dipokusumo II,III, IV, V dan VI, sedangkan adipati yang pertama adalah Raden Tumenggung Dipayuda III, yang mulai memerintah pada saat ditetapkannya KabupatenPurbalingga pada tanggal 18 Desember 18830.
  • Gombangan
    Berada di Dukuh Brubahan Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari + 5 km ke utara dari arah kota purbalingga. Merupakan tempat mandi yang berupa sumber mata air dan ramai dikunjungi pada malam hari, terutama pada malam jum?at kliwon. Menurut kepercayaan masyarakat, mata air tersebut dapat memberikan tuah bagi yang mandi ditempat ini dan konon awet muda, dapat mendapatkan jodoh dan naik derajat.
  • Sendang / Petirtaan
    Berada di desa Semingkir, Kecamatan Kutasari + 7 km dari kota Purbalingga. Sendang ini konon dapat memberikan tuah bagi yang mempercayainya. Di kunjungi pada malam malam tertentu.6. MAKAM KYAI WILAH Berada di desa Karangsari kecamatan Kalimanah + 5 km dari kota Purbalingga. Merupakan tokoh beragama islam yang cukup berpengaruh. Tempat ini sering dikunjungi orang-orang yang ingin mendoakan dan mengharap berkah dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
  • Batu Lingga, Yoni dan Palus
    Berada di Desa Kedungbenda Kecamatan Kemangkon + 14 km dari kota Purbalingga. Merupakan peninggalan pada masa hindu.
  • Makam Narasoma
    Berada di kelurahan Purbalingga Lor kecamatan Purbalingga9. ARDI LAWET Berada di Desa Panusupan Kecamatan Rembang + 30 km dari kota Purbalingga. Merupakan obyek wisata ziarah, karena sebagian besar pengunjungnya adalah para peziarah yang menginginkan berkah dari syekh Jambu Karang, seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah Kab. Purbalingga. Di tempat ini terdapat kuku dan rambut Syekh Jambu Karang yang dikeramatkan. Hari-hari ramai adalah Rabu Pon, karena menjelang malam Jum?at kliwon atau Kamis Wage diadakan upacara buku klambu dan yang paling ramai dikunjungi adalah Rabu Pon Bulan Suro. Untuk mencapai lokasi ke Ardi Lawet dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu : Purbalingga – Bobotsari – Karanganyar – Karangmoncol – Rajawana – Panusupan – Ardi Lawet, atau Purbalingga – Kaligondang – Pengadegan – Rembang – Rajawana – Panusupan – Ardilawet