Total Tayangan Halaman

Iklan

Jumat, 04 Oktober 2013

Melihat-melihat Purbalingga Tempo Doeloe Punya Setasiun Kereta Api

Pernah suatu ketika saya membayangkan bisa menempuh perjalanan dari Purbalingga dengan menggunakan kereta api. Duduk manis di gerbong kelas bisnis, pesan makanan dan minuman dan bisa tidur nyenyak dengan bantal selama perjalanan. Ruang gerak penumpang pun lebih longgar dan leluasa. Bahkan kita bisa berjalan-jalan dari satu gerbong ke gerbong lain. Jam berangkat dan tiba di kota tujuan pun lebih pasti.


Sayangnya, tidak ada jalur kereta api dari dan menuju Purbalingga. Jika kita ingin bepergian ke Yogyakarta atau Jakarta dengan kereta api, satu-satunya pilihan adalah dengan pergi ke kota Purwokerto terlebih dahulu. Di sana lah, kita bisa menjumpai stasiun kereta api.
Walhasil, satu-satunya moda transportasi publik yang tersedia untuk bepergian jauh hanya bus antar kota/provinsi. Perjalanan dengan bus tentu saja lebih melelahkan. Waktu normal perjalanan dari Purbalingga - Jakarta sekitar 10 - 12 jam. Bisa lebih lama jika terjadi kemacetan di jalan raya karena kerap terjadi longsor atau perbaikan jalan di daerah Wangon atau Brebes. Pada musim mudik lebaran, saya pernah sampai 18 jam. Bayangkan jika kita tempuh dengan kereta api, hanya sekitar 7 jam. Kita bisa menghemat waktu dan energi.
Tapi sebenarnya dahulu Purbalingga pernah mempunyai stasiun kereta api. Jika menilik sejarah pemerintahan Hindia Belanda, Purbalingga dianggap sebagai salah satu kota yang cukup strategis. Terutama karena keberadaan dua pabrik gula (PG) di Kalimanah dan Bojong. Maka negara penjajah pun berani membuka jalur kereta api ke Purbalingga.
Jalur kereta api ke Purbalingga merupakan pengembangan dari  proyek transportasi di lembah Sungai Serayu atau Serajoedal Stoomtram Maatschappij (Mij). Proyek besar senilai F 1.500.000 itu digarap oleh Ir. C. Groll sejak tahun 1893. Tujuannya untuk mendukung bisnis pabrik gula yang tersebar di wilayah Banyumas yaitu PG Purwokerto, PG Kalibagor, PG Klampok, PG Bojong dan PG Kalimanah.
Pada tahap pertama, jalur kereta api menuju Maos - Purwokerto - Klampok dibangun lebih dulu. Selanjutnya pada tahap kedua, jalur kereta api dikembangkan lagi dari Banjarsari - Jompo - Kalimanah - Purbalingga. Proses pembangunan dimulai sejak 26 Juni 1899. Sambungan rel kereta api ke Purbalingga sepanjang 7 kilometer itu akhirnya diresmikan pada tanggal 1 Juli 1900.
Dahulu yang menggunakan jasa kereta api atau disebut trem hanya perusahaan-perusahaan besar saja. Dari luar, trem dimanfaatkan untuk mengangkut perlengkapan pabrik seperti mesin atau barang-barang seperti bahan bakar, pembungkus gula, bibit dan pupuk untuk perkebungan tebu. Sedangkan dari Purbalingga, trem digunakan untuk mengangkut hasil produksi pabrik seperti gula atau sirup ke daerah lain termasuk diekspor melalui pelabuhan Cilacap. Bisa ditebak, pada masa itu trem memegang peranan penting bagi jalannya roda bisnis dan pemerintah di Purbalingga.
Kini masa keemasan kereta api di Purbalingga sudah habis. Jalur rel kereta api peninggalan kolonial Belanda pun sudah berubah menjadi pusat pertokoan. Di lokasi bekas bangunan stasiun Purbalingga, kini berdiri pabrik rambut palsu PT Boyang Industrial.
Tapi mimpiku untuk bisa menempuh perjalanan kereta api dari Purbalingga belum sirna.
Ada secercah harapan ketika pemerintah memutuskan akan menghidupkan kembali jalur kereta api Purwokerto - Wonosobo yang nasibnya serupa dengan Purbalingga. Bukan tidak mungkin, selanjutnya jalur kereta api Purwokerto - Purbalingga juga diaktifkan kembali. Semoga.
SNH

1 komentar:

  1. impen ku ya kaya kuwe kang, pengin numpak kereta sekang Stasiun Purbalingga.

    BalasHapus